Sejarah Budaya dan Etnik

Etnis Lampung yang biasa disebut Ulun Lampung [Orang Lampung] secara tradisional geografis adalah suku yang menempati seluruh provinsi Lampung dan sebagian provinsi Sumatera Selatan bagian selatan dan tengah yang menempati daerah Martapura, Muaradua di Komering Ulu, Kayu Agung, Tanjung Raja di Komering Ilir, Merpas diselatan Bengkulu serta Cikoneng di pantai barat Banten.
Asal usul
Asal-usul Ulun Lampung erat kaitannya dengan istilah Lampung sendiri. Kata Lampung sendiri berasal dari kata "anjak lambung" yang berarti berasal dari ketinggian ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tsing yang pernah mengunjungi Sekala Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan dia menyebut To-Langpohwang bagi penghuni Negeri ini. Dalam bahasa hokkian, dialek yang dipertuturkan oleh I Tsing To-Langpohwang berarti orang atas dan seperti diketahui Pesagi dan dataran tinggi Sekala brak adalah puncak tertinggi ditanah Lampung.
Prof Hilman Hadikusuma didalam bukunya (Adat Istiadat Lampung:1983) menyatakan bahwa generasi awal Ulun Lampung berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat. Penduduknya dihuni oleh Buay Tumi yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Ratu Sekerummong. Negeri ini menganut kepercayaan dinamisme, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa.
Buay Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam yang berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana. Mereka adalah Umpu Bejalan diWay, Umpu Nyerupa, Umpu Pernong dan Umpu Belunguh. Keempat Umpu inilah yang merupakan cikal bakal Paksi Pak Sekala Brak sebagaimana diungkap naskah kuno Kuntara Raja Niti. Namun dalam versi buku Kuntara Raja Niti, nama puyang itu adalah Inder Gajah, Pak Lang, Sikin, Belunguh, dan Indarwati. Berdasarkan Kuntara Raja Niti, Prof Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan Ulun Lampung sebagai berikut:
• Inder Gajah
Gelar: Umpu Lapah di Way
Kedudukan: Puncak Dalom, Balik Bukit
Keturunan: Orang Abung
• Pak Lang
Gelar: Umpu Pernong
Kedudukan: Hanibung, Batu Brak
Keturunan: Orang Pubian
• Sikin
Gelar: Umpu Nyerupa
Kedudukan: Tampak Siring, Sukau
Keturunan: Jelma Daya
• Belunguh
Gelar: Umpu Belunguh
Kedudukan: Kenali, Belalau
Keturunan: Peminggir
• Indarwati
Gelar: Puteri Bulan
Kedudukan: Cenggiring, Batu Brak
Keturunan: Tulang Bawang
Adat-istiadat
Pada dasarnya jurai Ulun Lampung adalah berasal dari Sekala Brak, namun dalam perkembangannya, secara umum masyarakat adat Lampung terbagi dua yaitu masyarakat adat Lampung Saibatin dan masyarakat adat Lampung Pepadun. Masyarakat Adat Saibatin kental dengan nilai aristokrasinya, sedangkan Masyarakat adat Pepadun yang baru berkembang belakangan kemudian setelah seba yang dilakukan oleh orang abung ke banten lebih berkembang dengan nilai nilai demokrasinya yang berbeda dengan nilai nilai Aristokrasi yang masih dipegang teguh oleh Masyarakat Adat Saibatin.
Masyarakat adat Lampung Saibatin
Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat: Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di Propinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung, masing masing terdiri dari:
• Paksi Pak Sekala Brak (Lampung Barat)
• Keratuan Melinting (Lampung Timur)
• Keratuan Darah Putih (Lampung Selatan)
• Keratuan Semaka (Tanggamus)
• Keratuan Komering (Provinsi Sumatera Selatan)
• Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten)
Masyarakat adat Lampung Pepadun
Masyarakat beradat Pepadun/Pedalaman terdiri dari:
• Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagai, Nyerupa). Masyarakat Abung mendiami tujuh wilayah adat: Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Maringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi.
• Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang Tegamoan). Masyarakat Tulangbawang mendiami empat wilayah adat: Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga.
• Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi). Masyarakat Pubian mendiami delapan wilayah adat: Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung.
• Sungkay Bunga Mayang, mendiami wilayah adat: Ketapang, Sungkay, Negara Ratu, Bunga Mayang, Sungkay Jaya.
• Way Kanan Buay Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur). Masyarakat WayKanan mendiami wilayah adat: Negeri Besar, Pakuan Ratu, Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.
Falsafah Hidup Ulun Lampung
Falsafah Hidup Ulun Lampung termaktub dalam kitab Kuntara Raja Niti, yaitu:
• Piil-Pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
• Juluk-Adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
• Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
• Nengah-Nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
• Sakai-Sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya)
Sifat-sifat di atas dilambangkan dengan ‘lima kembang penghias sigor’ pada lambang Provinsi Lampung.
Sifat-sifat orang Lampung tersebut juga diungkapkan dalam adi-adi (pantun):
Tandani Ulun Lampung, wat Piil-Pusanggiri
Mulia heno sehitung, wat liom khega dikhi
Juluk-Adok kham pegung, Nemui-Nyimah muakhi
Nengah-Nyampur mak ngungkung, Sakai-Sambaian gawi.
Bahasa Lampung
Bahasa Lampung, adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung di Propinsi Lampung, selatan palembang dan pantai barat Banten.
Bahasa ini termasuk cabang Sundik, dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat dan dengan ini masih dekat berkerabat dengan bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Melayu dan sebagainya.
Berdasarkan peta bahasa, Bahasa Lampung memiliki dua subdilek. Pertama, dialek A (api) yang dipakai oleh ulun Sekala Brak, Melinting Maringgai, Darah Putih Rajabasa, Balau Telukbetung, Semaka Kota Agung, Pesisir Krui, Ranau, Komering dan Daya (yang beradat Lampung Saibatin), serta Way Kanan, Sungkai, dan Pubian (yang beradat Lampung Pepadun). Kedua, subdialek O (nyo) yang dipakai oleh ulun Abung dan Tulangbawang (yang beradat Lampung Pepadun).
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek, yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api dan Dialek Abung atau Nyow.
Aksara Lampung
Aksara lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Aksara lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks. Sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Huruf atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.
Marga di Lampung
Lampung mengenal marga-marga yang mulanya bersifat geneologis-territorial. Tapi, tahun 1928, pemerintah Belanda menetapkan perubahan marga-marga geneologi-teritorial menjadi marga-marga teritorial-genealogis, dengan penentuan batas-batas daerah masing-masing.
Setiap marga dipimpin oleh seorang kepala marga atas dasar pemilihan oleh dan dari punyimbang-punyimbang yang bersangkutan. Demikian pula, kepala-kepala kampung ditetapkan berdasarkan hasil pemilihan oleh dan dari para punyimbang.
Di seluruh keresidenan Lampung, terdapat marga-marga teritorial sebagai berikut:
No. Nama Marga Kecamatan sekarang Beradat Berbahasa(Dialek)
1. Melinting Labuhan Maringgai Peminggir Melinting A (api)
2. Jabung Jabung idem idem
3. Sekampung idem idem idem
4. Ratu Dataran Ratu Peminggir Darah Putih idem
5. Dataran idem idem idem
6. Pesisir Kalianda idem idem
7. Rajabasa idem idem idem
8. Ketibung Way Ketibung idem idem
9. Telukbetung Telukbetung Peminggir Teluk idem
10. Sabu Mananga Padangcermin idem idem
11. Ratai idem idem idem
12. Punduh idem idem idem
13. Pedada idem idem idem
14. Badak Cukuhbalak Peminggir Pemanggilan (Semaka) idem
15. Putih Doh idem idem idem
16. Limau Doh idem idem idem
17. Kelumbayan idem idem idem
18. Pertiwi idem idem idem
19. Limau Talangpadang idem idem
20. Gunungalip idem idem idem
21. Putih Kedondong idem idem
22. Beluguh Kotaagung idem idem
23. Benawang idem idem idem
24. Pematang Sawah idem idem idem
25. Ngarip Semuong Wonosobo idem idem
26. Buay Nunyai (Abung) Kotabumi Pepadun O (nyou)
27. Buay Unyi Gunungsugih idem idem
28. Buay Subing Terbanggi idem idem
29. Buay Nuban Sukadana idem idem
30. Buay Beliyuk Terbanggi idem idem
31. BuayNyerupa Gunungsugih idem idem
32. Selagai Abung Barat idem idem
33. Anak Tuha Padangratu idem idem
34. Sukadana Sukadana idem idem
35. Subing Labuan Labuan Maringgai idem idem
36. Unyi Way Seputih Seputihbanyak idem idem
37. Gedongwani Sukadana idem idem
38. Buay Bolan Udik Karta (Tulangbawang Udik) Pepadun (Megou-pak) idem
39. Buay Bolan Menggala idem idem
40. Buay Tegamoan Tulangbawang Tengah idem idem
41. Buay Aji Tulangbawang Tengah idem idem
42. Buay Umpu Tulangbawang Tengah idem idem
43. Buay Pemuka Bangsa Raja Negeri Besar Pepadun A (api)
44. Buay Pemuka Pangeran Ilir Pakuonratu idem idem
45. Buay Pemuka Pangeran Udik Pakuonratu idem idem
46. Buay Pemuka Pangeran Tuha Belambangan Umpu idem idem
47. Buay Bahuga Bahuga (Bumiagung) idem idem
48. Buay Semenguk Belambangan Umpu idem idem
49. Buay Baradatu Baradatu idem idem
50. Bungamayang Negararatu Pepadun (Sungkai) idem
51. Balau Kedaton idem idem
52. Merak-Batin Natar idem idem
53. Pugung Pagelaran idem idem
54. Pubian (Nuat) Padangratu idem idem
55. Tegineneng Tegineneng idem idem
56. Way Semah Gedongtataan idem idem
57. Rebang Pugung Talangpadang Semende Sumatera Selatan
58. Rebang Kasui Kasui idem idem
59. Rebang Seputih Tanjungraya idem idem
60. Way Tube Bahuga Ogan idem
61. Mesuji Wiralaga Pegagan idem
62. Buay Belunguh Belalau Peminggir (Belalau) A (api)
63. Buay Kenyangan Batubrak idem idem
64. Kembahang Batubrak idem idem
65. Sukau Sukau idem idem
66. Liwa
Balik Bukit Liwa idem idem
67. Suoh Suoh idem idem
68. Way Sindi Karya Penggawa idem idem
69. La'ai Karya Penggawa idem idem
70. Bandar Karya Penggawa idem idem
71. Pedada Pesisir Tengah idem idem
72. Ulu Krui Pesisir Tengah idem idem
73. Pasar Krui Pesisir Tengah idem idem
74. Way Napal Pesisir Selatan idem idem
75. Tenumbang Pesisir Selatan idem idem
76. Ngambur Bengkunat idem idem
77. Ngaras Bengkunat idem idem
78. Bengkunat Bengkunat idem idem
79. Belimbing Bengkunat idem idem
80. Pugung Penengahan Pesisir Utara idem idem
81. Pugung Melaya Lemong idem idem
82. Pugung Tampak- Pesisir Utara idem idem
83. Pulau Pisang Pesisir Utara idem idem
84. Way Tenong Way Tenong Semendo Sumatera Selatan

Susunan marga-marga territorial yang berdasarkan keturunan kerabat tersebut, pada masa kekuasaan Jepang sampai masa kemerdekaan pada tahun 1952 dihapus dan dijadikan bentuk pemerintahan negeri. Sejak tahun 1970, nampak susunan negeri sebagai persiapan persiapan pemerintahan daerah tingkat III tidak lagi diaktifkan, sehingga sekarang kecamatan langsung mengurus pekon-pekon/kampung/desa sebagai bawahannya.
Sastra
Sastra Lampung adalah sastra yang menggunakan bahasa Lampung sebagai media kreasi, baik sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra Lampung memiliki kedekatan dengan tradisi Melayu yang kuat dengan pepatah-petitih, mantera, pantun, syair, dan cerita rakyat.
Sastra lisan
Sastra lisan Lampung menjadi milik kolektif suku Lampung. Ciri utamanya kelisanan, anonim, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi, dan adat istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung. Sastra itu banyak tersebar dalam masyarakat dan merupakan bagian sangat penting dari khazanah budaya etnis Lampung.
Jenis sastra lisan Lampung
A. Effendi Sanusi (1996) membagi lima jenis sastra tradisi lisan Lampung: peribahasa, teka-teki, mantera, puisi, dan cerita rakyat.
Sesikun/sekiman (peribahasa)
Sesikun/sekiman adalah bahasa yang memiliki arti kiasan atau semua berbahasa kias. Fungsinya sebagai alat pemberi nasihat, motivasi, sindiran, celaaan, sanjungan, perbandingan atau pemanis dalam bahasa.
Seganing/teteduhan (teka-teki)
Seganing/teteduhan adalah soal yang dikemukakan secara samar-samar, biasanya untuk permainan atau untuk pengasah pikiran.
Memmang (mantra)
Memmang adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib: dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka, dan sebagainya.
Warahan (cerita rakyat)
Warahan adalah suatu cerita yang pada dasarnya disampaikan secara lisan; bisa berbentuk epos, sage, fabel, legenda, mite maupun semata-mata fiksi.
Puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang secara imajinatif dan disusun dengan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batin.
Bentuk-bentuk puisi lisan Lampung
Berdasarkan fungsinya, ada lima macam puisi dalam khasanah sastra tradisi lisan Lampung: paradinei/paghadini, pepaccur/pepaccogh/wawancan, pattun/segata/adi-adi, bebandung, dan ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang.
Paradinei/paghadini
Paradinei/paghadini adalah puisi tradisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan jurubicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Secara umum, isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan.
Contoh:
Jak banding sikam jinna
Lupa mak singgah jondong
Kubimbing niku jinna
Mukhawan niku khatong
Mawat kutattak lada
kammak jukuk ni lamon
Mawat kubuka cawa
kammak cawa sai temmon
Si gisting nangun mikhing
jalan berliku liku
Najin dunia giccing
bacak sapai di niku
Pepaccur/pepaccogh/wawancan
Pepaccur/pepaccogh/wawancan adalah puisi tradisi Lampung yang berisi nasihat atau pesan-pesan setelah pemberian adok (gelar adat) kepada bujang-gadis sebagai penghormatan/tanda telah berumah tangga dalam pesta pernikahan. Pemberian adok (gelar adat) dilakukan dalam upacara adat yang dikenal dengan istilah butetah atau istilah lainnnya, ngamai dan nginai adek, ngamai ghik ngini adok, dan kabaghan adok atau nguwaghko adok.
Pattun/Segata/Adi-Adi
Pantun/segata/adi-adi adalah salah satu jenis puisi tradisi Lampung yang lazim di kalangan etnik lampung digunakan dalam acara-acara yang sifatnya bersukaria, misalnya pengisi acara muda mudi nyambai, miyah damagh, kedayek.
Contoh pattun/segata:
Bukundang Kalah Sahing
Numpang pai nanom peghing
Titanom banjagh capa
Numpang pai ngulih-ulih
Jama kutti sai dija
Adek kesaka dija
Kuliak nambi dibbi
Adek gelagh ni sapa
Nyin mubangik ngughau ni
Budaghak dipa dinyak
Pullan tuha mak lagi
Bukundang dipa dinyak
Anak tuha mak lagi
Payu uy mulang pai uy
Dang saka ga di huma
Manuk disayang kenuy
Layau kimak tigaga
Nyilok silok di lawok
Lentera di balimbing
Najin ghalang kupenok
Kidang ghisok kubimbing
Kusassat ghelom selom
Asal putungga batu
Kusassat ghelom pedom
Asal putungga niku
Kughatopkon mak ghattop
Kayu dunggak pumatang
Pedom nyak sanga silop
Min pitu minjak miwang
Indani ghaddak minyak
Titanom di cenggighing
Musakik kik injuk nyak
Bukundang kalah sahing
Musaka ya gila wat
Ki temon ni peghhati
Ya gila sangon mawat
Niku masangkon budi
Ali-ali di jaghi kiri
Gelang di culuk kanan
Mahap sunyin di kutti
Ki salah dang sayahan
Terjemahannya:
Pacaran Kalah Saingan
Numpang menanam bambu
Ditanam dekat capa
Numpang bertanya
Kepada kalian di sini
Adik kapan kemari
Kulihat kemarin sore
Nama adik siapa
Agar enak memanggilnya
Berladang dimana aku
Hutan tua tiada lagi
Pacaran dengan siapa aku
Anak tua tiada lagi
Ya uy pulang dulu uy
Jangan lama-lama di ladang
Ayam disayang elang
Kacau kalau tak dicegah
Melihat-lihat di laut
Lentera di balimbing
Walau jarang kulihat
Tapi sering kuucap
Kucari ke dasar gelap
Asal bersua batu
Kucari hingga ke tidur
Asal bersua denganmu
Kurebahkan tak rebah
Kayu di ujung pematang
Sejenak aku tertidur
Tujuh kali terbangun menangis
Layaknya ghaddak minyak*
Ditanam di lereng bukit
Betapa derita kurasakan
Pacaran kalah saingan
Sudah lama sebenanya ada
Kalau memang lebih perhatian
Ya memang tidak
Kau menanam budi
Cincin di jari kiri
Gelang di kaki kanan
Maaf semuanya kepada kalian
Kalau salah jangan mengejek
• nama pohon untuk pelindung tanaman kopi
Bebandung
Bubandung adalah puisi tradisi Lampung yang berisi pertuah-petuah atau ajaran yang berkenaan dengan agama Islam.
Ringget/Pisaan
Ringget/pisaan/dadi/highing-highing/wayak/ngehahaddo/hahiwang adalah puisi tradisi Lampung yang lazim digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, atau kedayek), senandung saat meninabobokan anak, dan pengisi waktu bersantai.
Sastra modern Lampung
Sebagaimana Melayu di Sumatra pada umumnya, Suku Lampung sangat kental dengan tradisi kelisanan. Pantun, syair, mantra, dan berbagai jenis sastra berkembang tidak dalam bentuk keberaksaraan, sehingga wajar jika memiliki pola-pola sastra lama yang serupa sebagai ciri dari kelisanan itu.
Tidak seperti sastra Jawa, Sunda, dan Bali yang sudah lama memiliki sastra modern, sastra modern berbahasa Lampung baru bisa ditandai dengan kehadiran kumpulan sajak dwibahasa Lampung Indonesia karya Udo Z. Karzi, Momentum (2002). 25 puisi yang terdapat dalam Momentum tidak lagi patuh pada konvensi lama dalam tradisi perpuisian berbahasa Lampung, baik struktur maupun dalam tema. Dengan kata lain, Udo melakukan pembaruan dalam perpuisian Lampung sehingga ada yang menyebutnya "Bapak Puisi Modern Lampung".
Berikut ini adalah daftar sastrawan yang berasal dari provinsi Lampung Indonesia.
• Agus S. Santo
• Ahmad Rich
• Ahmad Yulden Erwin
• Alex R. Nainggolan
• A.M. Zulqornain
• Andriansyah
• Anjar Anastasia
• Anton Kurniawan
• Ari Pahala Hutabarat
• Aris Hadianto
• Bahirul Al-Varizi
• Bambang Karyawan HB
• Binhad Nurrohmat
• Budi Elpiji
• Budi P. Hatees
• Christian Heru Cahyo Saputro
• Dadang Ruhiyat
• Dahta Gautama
• Dina Oktaviani
• Djuhardi Basri
• Dyah Merta
• Edy Samudra Kertagama
• Elya Harda
• Fitri Yani
• Gunawan Pharikesit
• Hasanuddin Z. Arifin
• Hendra Z.
• Hendri Rosevert
• Iin Mutmainnah
• Imas Sobariah
• Inggit Putria Marga
• Isbedy Stiawan ZS
• Iswadi Pratama
• Ivan Sumantri Bonang
• Iwan Nurdaya-Djafar
• Jimmy Maruli Alfian
• Kuswinarto
• Lupita Lukman
• M. Arman AZ.
• Maulana Suryaning Widy
• Motinggo Busye
• M. Yunus
• Naim Emel Prahana
• Nersalya Renata
• Oyos Saroso HN
• Panji Utama
• Rahmadi Lestari
• Ratno Fadillah
• Rifian A. Chepy
• Rosita Sihombing
• Sugandhi Putra
• Sutarman Sutar
• Sutjipto
• Syaiful Irba Tanpaka
• Tarpin A. Nasri
• Thamrin Effendi
• Ucok Hutasuhut
• Udo Z. Karzi
• Ugoran Prasad
• Y. Wibowo

Referensi
• Agus Sri Danardana Dkk. 2008. Ensiklopedia Sastra Lampung. Bandarlampung: Kantor Bahasa Provinsi Lampung.
• Ahmad Yulden Erwin Dkk (Ed.). 1995. Daun-Daun Jatuh Tunas-Tunas Tumbuh. Bandar Lampung: SKM Teknokra.
• Isbedy Stiawan ZS Dkk (Ed.). 2005. Leksikon Seniman Lampung. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Tokoh Tokoh Suku Lampung
Negarawan dan Politisi:
• Pangeran Edward Syah Pernong
• Alamsjah Ratoe Perwiranegara
• Aburizal Bakrie
• Ryamizard Ryacudu
• Alzier Dianis Tabranie
• Bagir Manan
• Tursandi Alwi
Praktisi dan Profesional:
• Henry Yosodiningrat
• Andi Arief
Seniman dan Budayawan:
• Andi Ahmad Sampoerna Jaya
• Hila Hambala
Akademisi dan Tokoh Pendidikan:
• Borisman
• Irfan Anshori
• Hilman Hadikusuma
Wartawan dan Jurnalis:
• Sazeli Rais
• Herman Zuhdi
• Yasir Denhas
• Udo Z. Karzi
Pahlawan Pejuang Kemerdekaan:
• Pangeran Siagul Agul
• Batin Mangunang
• Radin Inten II
Referensi
• Hilman Hadikusuma dkk. 1983. Adat-istiadat Lampung. Bandar Lampung: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung.
• Radin Inten II (Lampung, 1834 - Lampung, 5 Oktober 1858) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai sebuah Bandara Radin Inten II di Lampung.
• Berdasarkan penelitian, Radin Inten II gelar Kesuma Ratu masih keturunan Fatahillah yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati dari perkawinannya dengan Putri Sinar Alam, seorang putri dari Minak Raja Jalan Ratu dari Keratuan Pugung, cikal-bakal pemegang kekuasaan di keratuan tersebut.
• Radin Inten II adalah putra tunggal Radin Imba II gelar Kesuma Ratu (1828-1834). Radin Imba II sendiri putra sulung Radin Inten I gelar Dalam Kesuma Ratu IV (1751-1828). Dengan demikian, Radin Inten II cucu dari Radin Inten I.
• Radin Inten II berjuang memimpin rakyat di daerah Lampung untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Perjuangannya didukung secara luas oleh rakyat daerah Lampung dan mendapatkan bantuan dari daerah lain seperti dari Banten.
• Kepustakaan
• Oki Laksito dkk. 2003. Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional Radin Inten II. Bandar Lampung: Dinas Pendidikan Lampung.

0 comments:

Post a Comment